Inspiratif! Petani Tambak Tuban ini Raup Untung Besar dari Tambak Udang Kecil

JURNAL PAPAR, Tuban – Di sebuah Desa Tambakboyo, Kecamatan Tambakboyo, ada cerita tentang ketekunan yang membuahkan hasil. Sriyono (40), seorang petani tambak yang dulu Menjaga tambak, mulai kini ia budidaya udang. Usahanya tak mewah, tapi cukup untuk memberi harapan baru bagi keluarganya.

Sejak 2021, Sriyono mulai serius menekuni budidaya udang. Menariknya, tambaknya bukan jenis permanen. Saat musim hujan, ia menanam udang, sementara saat kemarau datang, kolam itu berubah jadi ladang garam. Fleksibilitas ini membuat lahan miliknya selalu produktif sepanjang tahun.

Modal awal yang ia keluarkan tidak besar, sekitar tiga rean, istilah lokal untuk satuan udang. Harga bibit udang per rean bervariasi, tergantung jenis udangnya, mulai dari Rp50 ribu hingga Rp80 ribu dengan per rean nya berjumlah 1000 udang. Luas tambaknya juga tergolong kecil, sekitar 15x10 meter, tapi cukup untuk menampung ribuan bibit.

“Perawatan udang kadang susah, kadang gampang,” ujar Fadhila (23), petambak muda lainnya yang juga merupakan anak Sriyono menjalankan usaha serupa. Kunci utamanya, kata Sriyono, ada di air dan pakan. Ia rutin mengganti air tambak sebagian dan menjaga kadar oksigen tetap stabil menggunakan alat sederhana. Untuk mencegah penyakit, ia membuat sendiri probiotik alami dari bahan yang mudah ditemukan. Cara ini terbukti murah dan efektif, cocok untuk pemula yang ingin mencoba.

Sriyono tidak berhenti belajar. Ia banyak mencari informasi dari internet dan berdiskusi dengan petani lain. Salah satu metode yang kini ia terapkan adalah sistem semi-intensif, cara pemeliharaan yang mampu meningkatkan produktivitas tanpa banyak biaya tambahan.

Setiap dua hingga tiga bulan, saat musim panen tiba, ia bisa menghasilkan ratusan kilogram udang. yang dipasarkan langsung ke pasar lokal. Untuk ukuran besar, harga jualnya bisa mencapai Rp80-90 ribu per kilogram, sedangkan ukuran kecil dihargai sekitar Rp60-65 ribu. Ada juga penjualan eceran dalam takaran seperempat kilogram seharga Rp15 ribu, dengan target pasar para ibu-ibu di Pasar Dasin.

"Kalau jual biasanya sekali jual bisa 200-400 Ribu," jelas Fadhila.

Dalam satu kali panen, pendapatan bersih Sriyono bisa mencapai jutaan rupiah. Tapi lebih dari itu, yang membuatnya bangga adalah bisa mempekerjakan orang lain dan melihat tetangganya mulai ikut menekuni budidaya yang sama.

“Dulu saya hanya buruh tambak, sekarang alhamdulillah sudah punya tambak sendiri dan bisa mempekerjakan orang lain,” pungkasnya.

Keberhasilan Sriyono juga tak lepas dari dukungan keluarga dan lingkungan. Ia aktif dalam kelompok tani, berbagi pengalaman, dan ikut pelatihan-pelatihan kecil bersama petambak lain. Semangat gotong royong ini yang akhirnya mendorong lahirnya ekosistem ekonomi baru di desa pesisir.

Tambak udang kini bukan hanya sekadar pekerjaan musiman, tapi harapan baru Sriyono dan masyarakat lain. Lewat usaha yang sederhana namun terarah, Sriyono menunjukkan bahwa pertanian tambak bisa jadi sumber penghidupan yang stabil, bahkan tanpa harus mulai dari modal besar.

Di tengah cuaca yang tak menentu dan harga pasar yang fluktuatif, tekad Sriyono tetap kokoh. Dan dari kolam kecil di desa yang sunyi, ia membuktikan bahwa kadang, perubahan besar justru lahir dari langkah-langkah kecil yang konsisten. ***