Joglo Hargo Merapi Jadi Magnet Wisata Sejarah dan Spiritual

04 June, 2025

JURNAL PAPAR, YOGYAKARTA - Petilasan Mbah Maridjan di lereng Gunung Merapi kembali dipadati pengunjung. Sabtu pagi (31/5), puluhan wisatawan dari berbagai daerah tampak memadati kawasan yang dahulu merupakan rumah sang juru kunci legendaris, Mas Penewu Suraksohargo atau yang lebih dikenal dengan nama Mbah Maridjan.

Bangunan petilasan yang berukuran 6x10 meter itu kini menjadi salah satu destinasi wisata sejarah yang menyimpan jejak tragedi erupsi Merapi 2010. Tepat di depan rumah yang menjadi saksi bisu wafatnya Mbah Maridjan, berdiri sebuah pendopo megah dengan 16 pilar. Pendopo tersebut diberi nama Joglo Hargo Merapi, dan dibangun oleh Keraton Yogyakarta untuk keperluan ritual tahunan gunung.

Salah satu pengunjung, Bu Lutfiati Ningsih dari PKPRI Probolinggo, mengaku datang bersama rombongan satu bus berisi 55 orang. Ia tak kuasa menyembunyikan kekagetan saat melihat sisa-sisa dampak awan panas.

“Wih… berarti awan panas ini panas sekali ya. Mobil saja bisa seperti itu,” ungkapnya sambil menunjuk pada bangkai kendaraan yang hangus di sekitar area petilasan.

Di sisi timur petilasan, Bu Panut, putri pertama Mbah Maridjan, membuka sebuah warung sederhana yang ramai disinggahi wisatawan. Kepada wartawan, ia meluruskan anggapan sebagian pengunjung.

“Makam bapak bukan di sini, Mas. Tapi di Kampung Serunen, Bendesari, Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Sekitar tiga kilometer dari sini. Di sini hanya petilasan, tempat bapak meninggal, posisi sujud, di titik itu,” jelas Bu Panut.

Meski hanya petilasan, tempat ini tetap menjadi magnet wisata religi dan sejarah. Joglo Hargo Merapi kerap digunakan dalam agenda sakral tahunan oleh pihak Keraton, yang memperkuat nilai spiritual kawasan ini.

Pemerintah daerah diharapkan dapat terus menjaga kelestarian situs ini, tidak hanya sebagai tempat mengenang Mbah Maridjan, tetapi juga sebagai simbol peringatan atas kedahsyatan Gunung Merapi dan pentingnya hidup berdampingan dengan alam.