
JURNAL PAPAR, YOGYAKARTA – Di tengah lesunya industri perbukuan nasional, sebuah rumah penerbitan independen di Yogyakarta justru tampil berbeda. Bukan hanya mencetak dan menjual buku, Shira Media membawa literasi masuk ke ranah ekonomi pengalaman sebuah pendekatan yang semakin relevan di era digital.
Model bisnis ini dibangun oleh Cahyo Satria, pendiri Shira Media Group. Ia menyadari bahwa menjual buku di era serba cepat bukan sekadar soal isi dan sampul, melainkan bagaimana menghadirkan suasana dan pengalaman yang membuat orang betah membuka lembar demi lembar.
“Sekarang ini orang beli kopi bisa habiskan waktu dua jam. Tapi beli buku? Lima menit selesai. Nah, saya ingin membalik itu,” ujar Cahyo saat ditemui di kantor pusat Shira Media di Yogyakarta.
Buku, Aroma, dan Ruang Interaksi
Shira Media tidak lagi sekadar toko atau kantor penerbitan. Di lantai dua gedungnya, buku-buku disusun layaknya galeri. Pengunjung bisa membaca, berdiskusi, bahkan memesan kopi dari bar kecil yang disediakan. Cahyo menyebutnya sebagai "ekosistem literasi berbasis pengalaman".
“Orang datang bukan langsung beli. Mereka duduk dulu, baca, ngopi, baru mungkin tertarik membeli. Kita bangun keterikatan dulu,” katanya.
Konsep ini memperpanjang waktu interaksi antara calon pembaca dan buku hal yang jarang terjadi di toko buku konvensional yang lebih transaksional.
Antara Kurasi dan Strategi Bertahan
Shira Media tidak menjual semua jenis buku. Hanya buku-buku yang diterbitkan sendiri yang dipajang. Dari sastra Latin-Amerika hingga buku filsafat Timur, Shira Media mengedepankan kurasi bukan kuantitas.
“Kami memilih tema-tema yang bisa membuka pikiran. Bukan hanya yang laku di pasaran,” ujar Cahyo.
Namun ia juga realistis. Tak semua buku bisa bertahan di rak. Buku yang tidak terserap pasar akan dipindahkan ke program diskon, cuci gudang, atau dijual kiloan.
“Ini bagian dari strategi bertahan. Dunia penerbitan itu keras, jadi harus kreatif menyiasati stok,” jelasnya.
Surabaya sebagai Pusat Alternatif
Meski mengakui bahwa Yogyakarta masih menjadi barometer literasi di Indonesia, Cahyo percaya Surabaya punya potensi besar. Shira Media kini menyimpan lebih dari 20 ribu judul dalam berbagai bahasa.
“Pembaca Surabaya itu haus ruang. Kita ingin jadi alternatif tempat mereka berpikir dan berdialog,” ujarnya.
Dengan memadukan buku, kopi, dan ruang kreatif, Cahyo menawarkan pendekatan baru dalam membangun kebiasaan membaca. Baginya, ini bukan soal ikut tren, tapi mengubah cara kita mendekati buku.
“Kalau toko buku mati, bukan berarti minat baca mati. Mungkin cara jualnya yang perlu diubah,” pungkasnya.
Tag
Berita Terkait
Tag
Arsip
Berita Populer & Terbaru








































































































































































































































































































































































Polling Online
Tidak ada polling tersedia.