Lensa untuk Bumi: Fotografer dan Budayawan Bersatu di Eksotika Bromo

21 June, 2025

JURNAL PAPAR, Probolinggo – Salah satu rangkaian acara Eksotika Bromo 2025 yang berlangsung di Lautan Pasir Gunung Bromo pada 21–22 Juni, menghadirkan workshop fotografi bertema "Ruwat Rawat Segoro Gunung". Kegiatan ini digelar di Hotel Cemara Indah Resto, Sabtu (21/6), dan diikuti oleh para fotografer serta jurnalis dari berbagai daerah.

Workshop ini menyoroti kolaborasi antara tradisi, budaya, dan pelestarian lingkungan melalui pendekatan visual. Tiga narasumber utama Sudiarso, Hendy Tri Purnomo, dan Rahmad Hidayat hadir untuk membagikan perspektif serta teknik fotografi yang sarat makna dan nilai lokal.

Dalam paparannya, Sudiarso menekankan pentingnya menjaga keseimbangan alam sebagai bentuk tanggung jawab kolektif.

"Kita harus jaga alam kita, jaga bumi kita. Alam bukan hanya milik manusia, tapi juga makhluk hidup lain, baik yang kasat mata maupun yang tidak kasat mata," ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa harmoni dalam karya fotografi bisa terwujud melalui kesadaran menyatukan unsur alam, budaya, dan spiritualitas ke dalam satu bingkai visual.

Sementara itu, Hendy Tri Purnomo menyampaikan bahwa fotografi memiliki kekuatan estetika untuk membangkitkan kesadaran ekologis.

"Melalui visual, kita bisa menyentuh emosi publik dan menggugah pemahaman bahwa keberlangsungan alam sangat ditentukan oleh seberapa selaras kita hidup dengannya," katanya.

Eksotika Bromo menjadi panggung yang istimewa bagi para pelaku seni dan fotografi. Berlokasi di ketinggian 2.100 mdpl dengan latar lanskap megah Gunung Bromo, suasana golden hour di sejumlah sesi menambah daya magis dalam pengambilan gambar maupun pertunjukan seni.

Tak hanya workshop, Eksotika Bromo juga menampilkan kekayaan budaya Tengger lewat pertunjukan musik, tari, dan seni vokal. Rahmad Hidayat, salah satu penggiat budaya lokal, menegaskan bahwa masyarakat suku Tengger masih memegang erat ritual adat seperti Yadnya Kasada dan Unan-unan sebagai bagian dari warisan spiritual.

"Gunung Bromo adalah gunung suci yang memberi berkah. Selain hasil pertanian, wilayah ini juga menopang ekonomi warga lewat pariwisata. Gunung Bromo selalu tersenyum untuk semua," tutur Rahmad.

Eksotika Bromo 2025 bukan sekadar festival, melainkan ruang pertemuan antara seni, budaya, dan ekologi. Ia menawarkan pengalaman otentik dan reflektif di tengah lanskap yang sakral. Sebuah ajakan untuk menyatu dan menjaga warisan bumi melalui lensa, karya, dan kesadaran.